Selasa, 27 September 2011

Pemikiran Islam tentang Ushul Fiqh

Sejarah Pemikiran Islam

Share This Document



Related docs
Other docs by Muhammad Irawa...
Business Guide
Views: 29  |  Downloads: 1
Sejarah Pemikiran Islam
Views: 8169  |  Downloads: 91

You are almost ready to download!

You are almost ready to download!


FIQH Muamalat

Maslahah al mursalah atau istihlah

A. Pegertian
Istihlah menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara’tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagi menberikan hukum syara’ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma’ atas dasar meelihara kemaslahatan.
Tiga macam kemaslahatan
1. Kemaslahatan yang ditegaskan dalam al Qur’an atu as Sunah , kemaslahatan ini disepakati para ulama’ . contohnya Hifdu nafsi, hifdu mal , dn lain sebagainya .
2. Kemaslahatan yang bertentangan dengan nash syara’ qath’i. Jumhur ulam meno,lak kemaslahantan ini kecuali NajmuddinAthufi dari Mazhab Maliki, sedngkan dlam bertentangkan dengan nash yang dhani para ulam berbeda pendapat dalam hal ini
3. Kemaslahatan yang tidak dinyatakan dalam syara’, tetapi tidak ada dalili yang menolaknya. Inilah yang dimaksud dalam mursalah, para ulam berbeda pendapat dalam hal , para ulam yng menolak mengjunakan istihsa juga menolak pengunaan maslahah mursalah.


B. Lapangan istihlah dan kehujjahanya
Istihlah tidak berlaku dalam bidang ibadah, karean dalam hukum-hukum ibadah adalah ta’abudi, adapun selain dalam bidang ibadah dan selain ketentuan-ketentuan yang qat’i yang ditetapkan dalam bidang muamalah, dalam bidang ta’zir , pembuktian perkara-perkara yang lain, para ualam berbeda pendapat dalam hal ini
Imam Malik dan Ahmad berpendapat bahwa istihlah adalah salah satu jalan menetapkan hukum yang tak ad nash da tak ada pula ijma’ terhadapnya. Menurut mereka Maslahah Mursalah yang tidak ditunjuki oleh Syara’ dan tjidak pula dibatalkan dapat dijadikan dasar istimbat

Jumhur ulama mengangap Maslahah Mursalah sebagai hujjah syari’ah , sekalipun dengan nama yang berbeda-beda. Adapun alasan pengunaan Istihlah sebagai dasar syar’i diantarnya:

1. Kemaslahatan yang diharapokan manuia itu tumbuh dan bertambah. Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatna manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurna syari’at itu , atau bekuilah syari’at itu . padahal nyatalah tidak demikian
2. Kalau diamati benar-benar, para shahabat dan tabi’in serta para imam mujtahid, mereka telah menetapkan hukum-hukum berdasarkan kemaslahaan, seperti abu Bakar memerintahkn untuk menyususn Mushaf yang sebelumya terumpul.


C. Syarat-syarat penggunaan Maslahah Mursalah
1. Al Maslahah Mursalah tidak boleh bertentangan dengan Maqosid Al Syari’ah., dalil-dalil kulli’ semangat ajaran islam dan dalil-dalil juz’i yang qathi wurud dan dalalahnya.

2. kemaslahatan tersebut harus menyakinkan dalam arti harus ada pembahasan dan penilitian yang rasional serta mendalam sehingga kita yakin menberkan manfaat atau menolak kemudharatan.

3. kemaslahatan itu bersifat umum.

4. pelaksanaan tidak menimbulkan kesulitan yan tidak wajar.

Dengan adanya cara berrijtihad dengan istihsan dan istihlah menyebabkan hukum islam akan dapat menampung hal-hal yang baru dengan tetap tidak akan kehilangan indentitasnya sebagai hukum islam.

MATERI USHUL FIKIH


Daftar Pustaka
Djazuli, Prof. H. A, Ilmu Fiqh, Pengalian, perkembangan, penerapan hukum Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, al dar Al Kawaetiyah, Mesir, 1968
Drs. Zarkasi Abdul Salam, Drs. Oman Faturrohman SW, Pengantar Ushul Fuqh 1. LESFI, Yogyakarta

Foundation of Islam
Al Tawhid
Al Risalah

ushul fiqh dalam Al-Quran

Makalah Ulumul Qur’an – Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah

Makalah Desain Pembelajaran PAI
Makalah Ulumul Qur’an – Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah. Untuk melengkapi kategori mata kuliah Ulumul Qur’an kali ini saya akan coba share salah satu makalah hasil olahan kelompok empat dengan anggotanya Ika Windiati, Saodah, Suratin dan Rukamah. Adapun judul dari makalah Ulumul Qur’an mereka adalah Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ulama dan ahli tafsir terdahulu memberikan perhatian yang besar terhadap penyelidikan surat-surat Al-Qur’an. Mereka meneliti al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk disusun sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan lebih dari itu, mereka mengumpulkannya sesuai dengan waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikian merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti obyektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
Perhatian terhadap ilmu Al-Qur’an menjadi bagian terpenting para sahabat dibanding berbagai ilmu yang lain. Termasuk di dalamnya membahas tentang nuzulnya suatu ayat, tempat nuzulnya, urutan turunnya di Mekkah atau di Madinah, tentang yang diturunkan di Mekkah tetapi termasuk kelompok Madaniyah atau ayat yang diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kategori Makkiyah, dan sebagainya. Pada intinya persoalan ini telah menjadi perhatian urgen pada masa sahabat (Al-Qathathan, 1996:72).
Bahkan salah satu tokoh Mufassir pada masa sahabat, misalnya Ibn Abbas pernah menyatakan, “Demi Allah. Tidak Ada Tuhan selain Dia. Tidak diturunkannya satu ayat pun dari kitab Al-Qur’an, kecuali saya mengetahuinya. Di mana diturunkan, jika saya tahu, bahwa ada seseorang yang lebih tahu daripada saya tentang kitab Allah, meskipun misalnya itu disampaikan oleh Onta, niscaya saya akan mengunjunginya”. Pernyataan Ibn Abbas ini, bukan suatu ungkapan kesombongan tetapi merupakan pernyataan betapa besar perhatian Ibn Abbas terhadap Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Tema-tema seputar Makkiyah dan Madaniyah ini sangat banyak ragam penyelidikannya. Abu al-Qasim al Hasan al Muhammad bin Habib al-Nasyaburi menyebutkan dalam kitabnya al-Tanbib ‘ala fadll ‘Ulum al-Qur’an, bahwa di antara ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul al-Qur’an dan tempat turunnya, urutan turunnya di Mekkah dan di Madinah, tentang yang diturunkan di Mekkah tetapi masuk dalam kategori Madaniyahyah dan diturunkan di Madinah tetapi masuk dalam kategori Makkiyah, tentang yang diturunkan di Mekkah mengenai penduduk Madinah dan yang diturunkan di Madinah mengenai penduduk Mekkah, tentang yang serupa dengan yang diturunkan di Mekkah (Makkiyah) tetapi termasuk Madaniyahyah dan serupa dengan yang diturunkan di Madinah (Madaniyahyah) tetapi termasuk Makkiyah, dan tentang yang diturunkan di Juhafah, di Bayt al-Maqdis, di Tha’if maupun Hudaibiyyah. Demikian juga yang diturunkan di waktu malam, di waktu siang, secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Ayat-ayat Makkiyah dan surat-surat Madaniyah atau sebaliknya dan seterusnya; tema-tema itu keseluruhan berjumlah tidak kurang dari 25 pokok bahasan. Kesemuanya itu terkumpul dalam satu ilmu yaitu Ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
Tema-tema tersebut merupakan persoalan penting untuk didiskusikan dalam rangka mempeerdalam ilmu-ilmu al-Qur’an, namun demikian dalam tulisan ini tidak akan dibahas semuanya, melainkan hanya beberapa tema dasarnya saja yang dirasa sudah cukup sebagai pengantar. Hal demikian semata-mata memprtimbangkan keterbatasan tempat dan waktu. Dan bukan dalam artian memperkecil nilai tema-tema di atas.
B. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas pada masalah :
a. Definisi atau pengertian surat Makkiyah dan Madaniyah
b. Klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an
c. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah
d. Urgensi Makkiyah dan Madaniyah dan faedah Makkiyah dan Madaniyah
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa definisi atau pengertian dari surat Makkiyah dan Madaniyah?
2. Bagaimana Klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an?
3. Bagaimana karakteristik masing-masing Makkiyah dan Madaniyah?
4. Apakah Urgensi dan faedah Makkiyah dan Madaniyah?
D. Tujuan
1. Mengetahui definisi atau pengertian Makkiyah dan Madaniyah
2. Mengetahui klasifikasi Surat Makkiyah dan Madaniyah
3. Memahami ciri dan karakteristik dari Surat Makkiyah dan Madaniyah
4. Memahami urgensi dan faedah mempelajari perbedaan Surat Makkiyah dan Madaniyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Surat Makkiyah dan Surat Madaniyah
Ada beberapa definisi tentang al-Makkiyah dan Madaniyah yang diberikan oleh para ulama yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan kriteria yang disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiyah atau Madaniyah sebuah surat atau ayat.
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini :
1. Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat.
?????????? ??? ?????? ???????? ?????? ?????? ?????????? ????????????? ??? ?????? ??????????????
“ Makkiyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyahyah ialah yang diturunkan di Madinah”.
Berdasarkan rumusan di atas,Makkiyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di wilayah Mekkah dan sekitarnya. Sedangkan Madaniyah adalah semua surat atau ayat yang dinuzulkan di Madinah. Adapun kelemahan pada rumusan ini karena tidak semua ayat al-Qur’an dimasukkan dalam kelompok Makiyyah atau Madaniyah. Alasannya ada beberapa ayat al-Quran yang dinuzulkan jauh di luar Mekkah dan Madinah.
2. Berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut.
?????????? ??? ?????? ???????? ??????? ?????? ????????????? ??? ?????? ???????? ??????? ????????????
“ Makkiyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyahyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyahyah”.
Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi ?? ???? ????? (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan ?? ???? ????? ????? (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka. Adapun kelemahan-kelemahan pada rumusan ini, antara lain:
a. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi ?? ???? ????? atau ?? ???? ????? ?????. Maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah atau Madinah.
b. Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi ?? ???? ????? meski Makkiyah dan yang dimulai dengan redaksi ?? ???? ????? ????? meski Madaniyah.
3. Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
?????? ????? ?????????? ???????? ???????,???????????? ????????? ?????? ???????? ???????????
?????????????? ????????? ?????? ?????? ??????????? ?????? ????? ?????????? ?????????
“ Makkiyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyahyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.
Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan Makkiyah dan Madaniyah ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi).
B. Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat Al-Qur’an
Pada umunya, para ulama membagi surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makiyyah dan Madaniyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyah ada 30 surat.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyah atau Madaniyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makiyyah atau Madaniyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam :
1. Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyah.
2. Surat-surat Madaniyah murni, yaitu surat-surat Madaniyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah.
3. Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyah.
4. Surat-surat Madaniyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyah, sehingga berstatus Madaniyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah.
C. Ciri dan Karakteristik Makiyyah dan Madaniyah
Para ulama telah menetapkan karakteristik Makiyyah dan Madaniyah sebagai berikut :
a. Ciri dan Karakteristik Surat Makiyyah
Ada beberapa ciri dan karakteristik yang dimiliki Makiyyah di antaranya :
1. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata ??? Kata ini dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala.
2. Setiap surat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah termasuk Makiyyah.
3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan.
4. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis termasuk Makiyyah, kecuali surat Al-Baqarah yang tergolong Madaniyah.
5. Setiap surat yang dimulai dengan huruf abjad, alphabet (tahjjiy) ditetapkan sebagai Makiyyah, kecuali Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Huruf tahjjiy yang dimaksud di antaranya ? ? ? ? ?, ? ? ? ?, ? ?, dll
6. Mengandung seruan (nida’) untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat dan apa-apa yang terjadi di akhirat. Di samping itu, ayat-ayat Makiyyah ini menyeru untuk beriman kepada para rasul dan para malaikat serta menggunakan argumen-argumen akal, kealaman dan jiwa.
7. Membantah argumen-argumen kaum Musyrikin dan menjelaskan kekeliruan mereka terhadap berhala-berhala mereka.
8. Mengandung seruan untuk berakhlak mulia dan berjalan di atas syariat yang hak tanpa terbius oleh perubahan situasi dan kondisi, terutama hal-hal yang berhubungan dengan memelihara agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.
9. Terdapat banyak redaksi sumpah dan ayatnya pendek-pendek.
b. Ciri dan Karakteristik Surat Madaniyah
Seperti halnya dalam Makiyyah, Madaniyah pun mempunyai ciri-ciri karakteristik :
1. Setiap surat yang berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan, termasuk Madaniyah.
2. Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian, termasuk Madaniyah.
3. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyah, kecual surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
4. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain.
5. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.
D. Kegunaan ilmu Makkiyah wal Madaniyah
Kegunaan ilmu / faedah ilmul Makkiyah wal Madaniyah adalah banyak sekali. Dalam hal ini, al-Zarqani di dalam kitabnya manahilul ’irfan menerangkan sebagian daripada kegunaan ilmu-ilmu ini, ialah :
a. Dengan ilmu ini kita dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mana yang mansukh dan nasikh. Yakni apabila terdapat dua ayat atau lebih mengenai suatu masalah, sedang hokum yang terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dapat diketahui bahwa ayat yang satu Makkiyah, sedang ayat lainnya Madaniyahyah; maka sudah tentu ayat yang Makkiyah itulah yang di nasakh oleh ayat yang Madaniyahyah, karena ayat yang Madaniyahyah adalah yang terakhir turunnya.
b. Dengan ilmu ini pula, kita dapat mengetahui Sejarah Hukum Islam dan perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dan dengan demikian, kita dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap ketinggian kebijaksanaan islam di dalam mendidik manusia baik secara perorangan maupun secara masyarakat.
c. Ilmu ini dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian, dan keaslian al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, sampai hal-hal yang sedetail-detailnya; sehingga mengetahui ayat-ayat yang mana turun sebelum hijrah dan sesudahnya; ayat-ayat yang diturunkan pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi sedang dalam bepergian atau perjalanan; ayat-ayat yang turun pada malam hari dan siang hari; dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin dan sebagainya.
d. Dapat mengetahui situasi dan kondisi lingkungan masyarakat pada waktu turunnya Al Qur’an, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah.
Dengan demikian, maka siapapun yang ingin berusaha merusak kesucian dan keaslian al-Qur’an pastilah segera diketahui oleh umat islam.
Dr. Shubhi al-Shalih dalam bukunya Mabahits fi Ulumil Qur’an menyatakan, bahwa dengan Ilmul Makkiyah wal Madaniyah kita dapat mengetahui fase-fase (marhalah) dari da’wah islamiah yang di tempuh oleh al-Qur’an secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, kondisi masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat al-Qur’an, khususnya masyarakat Mekkah dan Madinah. Demikian pula, dengan ilmu ini kita dapat mengetahui uslub-uslub / style-style bahasanya yang berbeda-beda, karena ditunjukkan pada golongan-golongan yang berbeda, yakni : orang-orang mu’min, orang-orang musyrik, dan orang-orang ahlul kitab. Demikian pula orang-orang munafiq.
Ilmul Makkiyah wal Madaniyah merupakan cabang ilmu-ilmu al-Qur’an yang sangat penting diketahui atau dikuasai oleh seorang mufassir, sampai-sampai di kalangan Ulama al-Muhaqqiqun, antara lain Abul Qasim al-Naisaburi (ahli nahwu dan tafsir, wafat tahun 406 H) tidak membenarkan seseorang menafsirkan al-Qur’an tanpa mengetahui Ilmul Makkiyah wal Madaniyah.
Abul Qasim al-Naisaburi dalam Kitab al-Tanbih ‘ala Fadhli ‘Ulumil Qur’an menerangkan sebagai berikut : “Di antara ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling utama adalah ilmu tentang :
1) Turunnya al-Qur’an dan tempat-tempat turunnya.
2) Urut-urutan ayat-ayat yang turun di Mekkah pada masa permulaan, pertengahan, dan penghabisannya. Demikian pula ayat-ayat yang turun di Madinah pada masa permulaan, pertengahan, penghabisannya.
3) Ayat-ayat yang turun di Mekkah sedang hukumnya termasuk Madaniyahyah.
4) Ayat-ayat yang turun di Madinah sedang hukumnya Makiyyah.
5) Ayat-ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah.
6) Ayat-ayat yang turun di Madinah mengenai penduduk Mekkah.
7) Ayat-ayat yang menyerupai Makkiyah yang terdapat dalam surat Madaniyahyah.
8) Ayat-ayat yang menyerupai Madaniyahyah yang terdapat dalam surat Makkiyah.
9) Ayat-ayat yang turun di Juhfah – sebuah desa tidak jauh dari Mekkah, dalam perjalanan menuju ke Madinah.
10) Ayat-ayat yang turun di Baitul Maqdis.
11) Ayat-ayat yang turun d Thaif.
12) Ayat-ayat yang turun di Hudaibiyah.
13) Ayat-ayat yang turun pada malam hari.
14) Ayat-ayat yang turun pada siang hari.
15) Ayat-ayat yang turun secara kelompok.
16) Ayat-ayat yang turun sendirian.
17) Ayat-ayat Madaniyahyah yang terdapat pada surat-surat Makkiyah.
18) Ayat-ayat Makkiyah yang terdapat pada surat-surat Madaniyahyah.
19) Ayat-ayat yang dibawa dari Mekkah ke Madinah.
20) Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Mekkah.
21) Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Abbessynia (Habasyah).
22) Ayat-ayat yang turun secara mujmal (global).
23) Ayat-ayat yang turun secara mufassar (disertai keterangan).
24) Ayat-ayat yang turun secara rumuz (dengan isyarat).
25) Ayat-ayat yang dipersoalkan oleh ulama. Sebagian ulama menganggap Makkiyah, sedang sebagian lagi menganggap Madaniyahyah.
Semuanya itu ada 25 macam ilmu (merupakan cabang dari Ilmul Makkiyah wal Madaniyah). Siapapun yang tidak mengetahui semuanya itu dan tidak bisa membedakan antara 25 macam ilmu tersebut, maka ia tidak boleh berbicara (menafsirkan) tentang al-Qur’an. (baca al-Burhan karangan al-Zarkasyi halaman 192, dan al—Itqan karangan al-Suyuti juz I halaman 8).
KESIMPULAN
Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
Sebagaian surat di dalam al-Qur’an berisi ayat-ayat dari kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu.
Bagaimanapun juga secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks al-Quran itu sendiri.
Definisi Al-Makiyyah dan Madaniyah oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan khittab/ seruan/ panggilan dalam ayat tersebut, berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyah murni, Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyah, Surat-surat Madaniyah yang berisi ayat Makiyyah.
Karakteristik surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Makkiyahdan karakteristik Madaniyah.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secaa bertahap, agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Chalik, Chaerudji Abd. 2007. ‘Ulumul Qur’an. Jakarta. Diadit Media
Syaifullah. 2004. ‘Ulumul Qur’an. Ponorogo. Prodial Pratama Sejati Press.
Von Dennfer, Ahmad 1988. ‘Ilmu Al-Quran’. Jakarta. Rajawali
Quthan,Mana’ul. 1993. ‘Pembahasan Ilmu Al-Quran’. Jakarta. Rineka Cipta
Zuhdi, Masjufuk. 1982. ‘Pengantar ulumul Quran’. Surabaya. Bina Ilmu

Makalah yang berhubungan :

  1. Pengertian, Sejarah dan Pokok Isi Kandungan Al-Qur’an – Materi Ushul Fiqh
  2. Makalah Ulumul Qur’an – Muhkam dan Mutasyabih
  3. Makalah Ulumul Qur’an – Asbabun Nuzul
  4. Makalah Ulumul Qur’an – Asbabun Nuzul
  5. Soal Ujian Semester II Ulumul Qur’an
  6. Definisi, Isi, Kandungan dan Pokok Ajaran Al Quran – Materi Ushul Fiqh
  7. Makalah Ulumul Quran – Qiraat Quran
  8. Makalah Ulumul Qur’an – I’jaz Al Qur’an
  9. Makalah Ulumul Qur’an – Aqsamul Qur’an
  10. Makalah Ulumul Qur’an – Nasikh dan Mansukh
  11. Pengertian, Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI)
  12. Makalah Ulumul Qur’an – Rasmul Qur’an
  13. Makalah Fiqih – Makelar (Samsarah) & Assalam
  14. Bantuan Biaya Pendidikan/Beasiswa Mahasiswa/i Program D3, S1, S2 dan S3 Kabupaten Bengkalis Tahun 2011
  15. Makalah Ulumul Hadits – Pembagian Hadits
  16. Makalah Ulumul Hadits – Kedudukan Hadits dalam Pembinaan Hukum Islam
  17. Makalah Perjanjian Pernikahan/Perkawinan Dalam Islam – Ilmu Fiqih
  18. Mut’ah atau Kawin Kontrak [Makalah Teknik Penulisan Ilmiah]
  19. Makalah Ulumul Qur’an – Nuzulul Qur’an
  20. Teknik Penulisan Karya Ilmiah [Makalah, Tesis & Disertasi]
  21. Makalah Ilmu Kalam [Ringkasan 1]
  22. Makalah Ilmu Pendidikan Islam Tentang Komponen Dasar Pendidikan Islam
  23. Makalah Islam dan Pluralisme Agama – Tugas Mandiri Civic Education
  24. Makalah Ushul Fiqh – Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
  25. Makalah Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq
  26. Makalah Ulumul Hadits – Istilaahat Fi Ulumil Hadits
  27. Sejarah Pendidikan Islam – Pola pendidikan Islam pada periode Rasulullah dan Khulafaurrasyidin
  28. Makalah Bahasa Indonesia – Ragam dan Laras Bahasa
  29. Makalah Praktik Ibadah tentang Thaharah, Wudhu, Tayammum dan Mandi Wajib
  30. Makalah Ulumul Hadits – Khabar Mutawatir dan Khabar Ahad

pengembangan ushul fiqh

Usul al-fiqh

Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, cari
Sebahagian siri
Usul al-fiqh

Fiqh
Hukum dalam Islam
  • Batil — tidak sah, tidak betul
  • Fasiq — rosak ahklak
Gelaran cendekiawan
Kotak ini: papar  bincang  sunting
Ilmu Usul al-Fiqh (Bahasa Arab: أصول الفقه) merupakan merupakan salah satu cabang ilmu yang berperanan penting dalam menyelesaikan masalah yang timbul, di mana masalah ini tidak dijumpai sebarang nas-nas dari al-Quran atau as-Sunnah.

Isi kandungan

[sorokkan]

[sunting] Pengertian Ilmu Usul al-Fiqh

Perkataan Usul al-Fiqh berasal dari dua perkataan bahasa Arab, iaitu Usul dan al-Fiqh. Dari segi bahasa, Usul bererti asas, sumber, kaedah atau dalil, manakala al-Fiqh membawa maksud memahami sesuatu perkara. Dari segi syarak pula, al-Fiqh bererti pengetahuan tentang hukum-hukum syarak yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang difahami melalui dalil-dalil tafsili.
Hasil daripada gabungan Usul dengan al-Fiqh, maka terbentuklah satu istilah yang tersendiri iaitu Usul al-Fiqh. Ilmu Usul al-Fiqh membawa definisi ilmu tentang kaedah-kaedah mengistinbat hukum-hukum syarak yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf dari dalil-dalil tafsili.

[sunting] Sejarah Perkembangan Ilmu Usul al-Fiqh

[sunting] Zaman Rasulullah S.A.W.

Pada zaman Rasulullah S.A.W., hukum-hukum diambil dari wahyu (al-Quran) dan penjelasan oleh baginda (as-Sunnah). Segala masalah yang timbul akan dirujuk kepada Rasulullah S.A.W. dan baginda akan menjawab secara terus berdasarkan ayat al-Quran yang diturunkan atau penjelasan baginda sendiri. Namun, terdapat sebahagian Sahabat yang tidak dapat merujuk kepada Nabi lantaran berada di tempat yang jauh daripada baginda, misalnya Muaz bin Jabal yang diutuskan ke Yaman. Baginda membenarkan Muaz berijtihad dalam perkara yang tidak ditemui ketentuan di dalam al-Quran dan as-Sunnah.

[sunting] Zaman Sahabat

Setelah kewafatan Rasulullah S.A.W., sebarang masalah yang timbul dirujuk kepada para Sahabat. Mereka mampu mengistinbat hukum terus dari al-Quran dan as-Sunnah kerana:
  1. penguasaan bahasa Arab yang baik;
  2. mempunyai pengetahuan mengenai sabab an-nuzul sesuatu ayat atau sabab wurud al-hadis;
  3. mereka merupakan para Perawi Hadis.
Hal ini menjadikan para Sahabat mempunyai kepakaran yang cukup untuk mengistinbatkan hukum-hukum. Mereka menetapkan hukum dengan merujuk kepada al-Quran dan as-Sunnah. Sekiranya mereka tidak menemui sebarang ketetapan hukum tentang sesuatu masalah, mereka akan berijtihad dengan menggunakan kaedah qias. inilah cara yang dilakukan oleh para mujtahid dalam kalangan para Sahabat seperti Saidina Abu Bakar as-Siddiq, Saidina Umar bin al-Khattab, Saidina Uthman bin Affan dan Saidina Ali bin Abu Talib. Sekiranya mereka mencapai kata sepakat dalam sesuatu hukum maka berlakulah ijma'.

[sunting] Zaman Tabi'in

Pada zaman ini, cara ulama' mengambil hukum tidak jauh berbeza dengan zaman Sahabat kerana jarak masa mereka dengan kewafatana Rasulullah S.A.W. tidak terlalu jauh. Yang membezakannya ialah sekiranya sesuatu hukum tidak terdapat dalam al-Quran, as-Sunnah dan al-Ijma', mereka akan merujuk kepada pandangan para Sahabat sebeum berijtihad. Oleh sebab itu idea untuk menyusun ilmu Usul al-Fiqh belum lagi muncul ketika itu. Inilah cara yang digunakan oleh para mujtahid dalam kalangan tabi'in seperti Sa'id bin al-Musayyib, 'Urwah bin az-Zubair, al-Qadi Syarih dan Ibrahim an-Nakha'i.

[sunting] Zaman Kemunculan Ilmu Usul al-Fiqh

Pada akhir Kurun Kedua Hijrah, keadaan umat Islam semakin berubah. Bilangan umat Islam bertambah ramai sehingga menyebabkan berlakunya percampuran antara orang Arab dan bukan Arab. Kesannya, penguasaan bahasa Arab dalam kalangan orang-orang Arab sendiri menjadi lemah. Ketika itu timbul banyak masalah baru yang tiada ketentuan hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah secara jelas. Hal ini menyebabkan para ulama' mula menyusun kaedah-kaedah tertentu yang dinamakana ilmu Usul al-Fiqh untuk dijadikan landasan kepada ijtihad mereka.

[sunting] Pengasas Ilmu Usul al-Fiqh

Ilmu Usul al-Fiqh disusun sebagai satu ilmu yang tersendiri di dalam sebuah kitab berjudul ar-Risalah karangan al-Imam Muhammad bin Idris as-Syafie. Kitab ini membincangkan tentang al-Quran dan as-Sunnah dari segi kehujahan serta kedudukan kedua-duanya sebagai sumber penentuan hukum.

[sunting] Skop Perbahasan Ilmu Usul al-Fiqh

Antara skop perbahasan dalam ilmu Usul al-Fiqh ialah:
  1. Dalil-dalil syarak: merangkumi dalil-dalil yang disepakati dan dalil-dalil yang tidak disepakati.
  2. Dilalah (دلالة): merangkumi kaedah-kaedah istinbat hukum dari nas-nas al-Quran dan as-Sunnah.
  3. Ta'arudh dan Tarjih (تعارض وترجيح): perbahasan tantang percanggahan antara dalil-dalil serta Jalan jalan penyelesaiannya.
  4. Ijtihad dan Mujtahid: merangkumi persoalan taqlid dan muqallid.
  5. Hukum-hukum Kulli: merangkumi hukum-hukum taklifi dan hukum wad'ie.

[sunting] Cara Penulisan Ilmu Usul al-Fiqh

Rencana Utama: Cara Penulisan Ilmu Usul al-Fiqh
Selepas al-Imam as-Syafie, terdapat ramai ulama' yang menulis ilmu Usul al-Fiqh. Cara penulisan mereka dibahagikan kepada dua: Tariqah al-Mutakallimin dan Tariqah al-Ahnaf.

[sunting] Bibliografi

  • Muhammad bin Ariffin, Muhammad Zaini bin Yahya, Afandi bin Sahi, 2004. Pendidikan Syariah Islamiah Tingkatan 4. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
  • Mohammad Hashim Kamali, 1999. Principles of Islamic Jurisprudence (Second Revised Edition). Selangor Darul Ehsan: Ilmiah Publishers Sdn. Bhd.

pengertian Ushul Fiqh

July 27, 2009

Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih


Article that you find has been moved
>>click here<<

Followers